Minggu, 23 November 2008


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur terpanjatkan hanya kepada Maha Kuasa Illahi yang meguasai segala pengetahuan yang bertebaran di seantero jagad raya. Dan dengan ridho serta izin-Nya, penyusunan makalah yang berjudul KLAIM PADA KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA ini dapat terselesaikan, yang disadari cakupan masalah dan pembahasannya masih belum menyeluruh dari tema yang diangkat, serta sangat jauh dari kesempurnaan layaknya makalah yang telah dan pernah ada sebelumnya.

Penyusunan makalah ini tentunya dengan segala kekurangan dan kekeliruan yang terkandung di dalamnya, oleh karenanya saya sebagai penyusun mengaharapkan saran dan kritik yang membangun. Selain itu, dengan kesadaran akan keterbatasan kemampuan dan dalam proses serta tahapan pengembangan pengetahuan, masukan berupa tulisan maupun lisan akan sangat membantu dan menambah kesempurnaan penyusunan makalah dikemudian hari.

Akhirnya, kepada seluruh rekan - rekan, serta segenap pihak yang tidak dapat disebutkan secara satu persatu, baik yang membantu dalam pengidentifikasian masalah, proses pengumpulan dan analisis data, sampai perampungan makalah ini, diucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan tidak terhingga atas sumbangsih yang telah diberikan selama ini.

Gorontalo, november 2008

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i

DAFTAR ISI......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................. 1

B. Tujuan dan Manfaat Penulisan..................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Jenis – Jenis Klaim........................................................................ 3

B. Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Klaim.................................... 3

C. Unsur – Unsur Klaim.................................................................... 7

D. Penyelesaian Klaim...................................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 11

B. Saran .......................................................................................... 11

























BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Industri kontruksi adalah industri memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kontribusi industri ini melalui penyediaan tenaga kerja kepada masyarakat sehingga menurunkan jumlah pengangguran atau meningkatkan jumlah pendapatan dan konsumsi masyarakat yang akhirnya akan memberikan sumbangan positif terhadap pembangunan. Agar industri kontruksi memberikan nilai tambah bagi pembangunan maka sistim pengelolaan industri harus dilakukan secara profesional dan efektif pada semua aspek yang terlibat dalam suatu proyek kontruksi.

Proyek konstruksi juga semakin hari menjadi semakin kompleks sehubungan dengan standar-standar baru yang ditetapkan, teknologi yang canggih, dan keinginan owner untuk melakukan penambahan ataupun perubahan lingkup pekerjaan. Suksesnya sebuah proyek tak lepas dari kerja sama antara pihak-pihak yang terlibat didalamnya yaitu owner, enginer dan kontraktor.

Pihak-pihak tersebut mempunyai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga konflik/perselisihan selalu timbul akibat perbedaan pendapat pada saat perencanaan dan pembangunan proyek. (Malak, Saadi, Zeid, 2002)

Keberhasilan penyelesaian suatu proyek kontruksi dan menjaga agar realisasi biaya sama dengan yang di anggarkan sangat tergantung pada metodologi yang membutuhkan pertimbangan teknis para insinyur (Hancher, 1981). Jika pertimbangan teknis kurang matang maka akan menyebabkan keterlambatan didalam penyelesaian. Dampak keterlambatan ini bisa berdampak terhadap biaya dan kualitas (Herbsman, Chen dan Epstein, 1995).

Banyak penyebab di tundanya penyelesaian proyek, seperti yang dikemukan oleh (Ogunlana dan Promkuntong, 1996) diantaranya adalah masalah kekurangan material, masalah yang disebabkan oleh konsultan dan klien, dan masalah tidak kompetennya kontraktor pelaksana. Untuk mengantisipasi klaim harus diketahui lebih dahulu penyebabnya, karena klaim dapat berasal dari kontraktor, pemberi order pekerjaan, manajer konstruksi ataupun dari dokumen kontraknya (Fisk, 1997) Akibat dari keterlembatan penyelesaian sering menimbulkan tuntutan dari salah satu pihak. Tuntutan di industry kontruksi bisa bisa di definisikan (Adrian,1988) jika salah satu pihak menuntut sejumlah uang, tambahan masa penyiapan proyek, atau merubah (menambah/mengurangi) pekerjaan. Masalah ini akan bisa diselesaikan melalui beberapa tahap (Groton, 1992) yaitu prevention, Negotiation, Standing neutral, Non-binding resolution, Binding resolution (arbitration) dan litigation.

Kajian tentang masalah munculnya klaim di industri kontruksi sudah banyak dilakukan diantaranya Al-Subaie (1987), Wahyuni (1996), (Al-Bargauthi (1994), Tjahjono & Santoso, (1998) dan Saiful (2004)). Kajian-kajian di atas membahas tentang jenis-jenis klaim, penyebab dan antisipasi klaim serta alternatif penyelesaian klaim.

Dengan mengetahui jenis dan penyebab klaim serta bagaimana mengantisipasi klaim dan alternatif penyelesaiannya maka tentu sangat bermanfaat bagi industri kontruksi sehingga industri ini semakin efisien dan tentu akan menyumbang terhadap perekonomian negara. Tulisan ini mencoba kembali mereview jenis-jenis dan penyebab klaim serta antisipasi dan alternatif penyelesaiannya.

B. TUJUAN DAN MANFAAT

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis klaim, penyebab timbulnya klaim, antisipasi supaya tidak terjadinya klaim dan alternatif penyelesaiannya pada industry kontruksi. Dengan mengetahui jenis-jenis, penyebab, dan antisipasi untuk menghadapi klaim serta alternatif penyelesaiannya akan berguna bagi pihak-pihak yang terlibat pada industri kontruksi baik owner, kontraktor, sub-kontraktor dan arsitek agar bisa menghindari klaim dan memilih alternatif penyelesaiannya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Jenis – Jenis Klaim

Klaim pada industri kontruksi sangat sensentif dan emotif. Fadzilah (1999) mengemukakan bahwa klaim bisa dalam bentuk tambahan biaya oleh kontraktor di luar biaya yang telah ditetapkan dalam kontrak. Klaim ini terdiri dari beberapa jenis yang perlu diketahui agar memudahkan bagi pihak yang terlibat pada industri kontruksi untuk mengontrol jalannya proyek dan mengantisipasi penyelesaian klaim.

Konflik-konflik (perselisihan) yang disebabkan berbagai macam hal ini, akan menyebabkan terjadinya sengketa antara pihak pemilik, perencana maupun kontraktor, jika sengketa yang ada dibiarkan berlarut-larut maka akhirnya akan muncul klaim konstruksi dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses konstruksi. Karena terlepas dari besar kecilnya skala proyek, hampir dapat dipastikan akan selalu terjadi klaim, yang mana hal ini tidak dapat dihindari (Wahyuni, 1996).

Barry et al. (1990) membagi jenis klaim kedalam 4 kategori utama yaitu ;

* klaim atas kerugian karena disebabkan oleh perubahan kontrak yang dilakukan oleh pemilik,

* klaim atas tambahan elemen nilai kontrak,

* klaim yang dibuat karena perubahan kerja, dan

* klaim karena Penangguhan proyek.

Perubahan bisa disebabkan oleh penyimpangan pekerjaan dari kontrak semula baik dari aspek skop pekerjaan maupun perubahan desain. Perubahan ini akan meningkatkan biaya dan masa penyelesaian proyek.Rubin et al. (1983) dan (Edward (1999)) menjelaskan bahwa perubahan bisa berasal dari pemilik maupun dari yang lain. Diantaranya adalah perubahan kontruksi (Gary (1995) dan Fisk dan Negelle et al. ,1988), perubahan kondisi lapangan yang tidak sesuai dengan kontrak (Stephen ( 1997) dan Brij (1996)) , perubahan disaian (Barry et al., 1990) dan penghentian pekerjaan proyek Gilbreath et al (1983).

Selain klaim atas penyimpangan dari kontrak, klaim juga bisa dalam bentuk tambahan waktu. Hal ini bisa disebabkan oleh waktu penyelesaian lebih lama dari jadwal Garry (1995), waktu penyelesaian lebih cepat dari jadwal (Powell et al., 1999), gangguan dari lingkungan (Brij, 1996), rendahnya kualitas pekerjaan (Gilberth et al. (1992), rendahnya kualitas material yang di gunakan ( Greeno, 1995) dan (Yates & Lockley, 2002), dan struktur kontruksi (Barry et al., (1990) dan Wyatt (1985). Jenis klaim lainnya bisa berupa klaim keuangan.

B. Faktor – Faktor Yang Menyebabkan Klaim

Pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kontrak konstruksi pada dasarnya mempunyai maksud dan tujuan yaitu terlaksananya suatu proyek pada harga, kualitas dan waktu yang telah ditetapkan, tetapi dapat juga timbul perbedaan – perbedaan atau salah interprestasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak sehingga menimbulkan perselisihan diantaranya. Perselisihan yang tidak diselesaikan ini dapat menimbulkan klaim (Fisk, 1997).

Sebagian besar klaim yang terjadi disebabkan oleh keterlambatan penyelesaian suatu proyek. Faktor keterlambatan dapat berasal dari keterlambatan suatu proyek konstruksi dapat disebabkan kurangnya pengalaman pemberi order pekerjaan (Fisk, 1997). Adanya organisasi kerja yang efisien juga ikut mempengaruhi kesuksesan suatu manajemen dalam proyek konstruksi. Oleh sebab itu dalam membentuk suatu organisasi proyek harus diperhatikan bahwa jalur perintah yang ada sebaiknya bersifat langsung dan pendek dan tiap individu sebaiknya diberi wewenang sesuai posisinya (Antill, 1970).

Dokumen kontrak yang tidak jelas dapat menyebabkan adanya keterlambatan dimana hal ini mengakibatkan klaim, misalnya tidak lengkapnya schedulling clause dalam suatu dokumen kontrak (Fisk, 1997). Pemberi order pekerjaan tidak boleh mencampuri rencana yang telah dibuat kontraktor pada pekerjaan yang sifatnya sequential misalnya dengan mengadakan perubahan pada pekerjaan tersebut. Apabila hal itu menyebabkan tambahan biaya maka kontraktor dapat menuntut pemberi order pekerjaan (Wilson, 1982)

Kurangnya pengalaman dari manajer dalam pengaturan jadwal dan perencanaan dapat menyebabkan terjadinya masalah-maslaah dalam pelaksanaan suatu proyek (Ahuja & Walsh, 1983). Job meeting yang tidak teratur dan tidak dipersiapkan dengan baik sehingga tujuannya menjadi tidak jelas dapat menyebabkan tidak terkoordinirnya pekerjaan (Ahuja, 1984).

Apabila kontraktor tidak setuju dengan spesifikasi yang ada, menolak untuk bekerja sama dan tidak mengikuti peraturan yang ada dapat menyebabkan keterlambatan, (Fisk, 1997) kegagalan dari kontraktor untuk dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah tercantum dari kontrak dapat menyebabkan timbulnya klaim, (Antill, 1970) Dalam suatu proyek, seringkali dijumpai adanya perubahan-perubahan pekerjaan, hal ini terjadi karena kondisi sebenarnya yang ada dilapangan baru diketahui setelah pekerjaan berlangsung. Perubahan pekerjaan yang diperintahkan pemberi order pekerjaan dapat menyebabkan terjadinya pemberi order pekerjaan dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan dari jadwal kemajuan pekerjaan yang telah direncanakan (Antill, 1970). Campur tangan pemberi order pekerjaan ini dapat berupa perintah untuk menggunakan metode yang tidak tercantum dalam kontrak. Klaim juga dapat timbul karena kontraktor diperintahkan untuk pekerjaan dibawah kondisi dimana kontraktor merasa kondisi tersebut menghambat pekerjaannya. (Ahuja & Walsh, 1983). Penundaan pekerjaan yang disebabkan oleh keterlambatan pengiriman material merupakan salah satu penyebab utama rendahnya produktifitas dan adanya waktu menganggur (Harison, 1981:257, Cristian & Hackey, 1995)

Tidak sempurnanya rencana dan spesifikasi dapat menyebabkan timbulnya klaim dari kontraktor apabila terjadi perubahan order (Ahuja, 1984). Perintah tidak pemberi order pekerjaan untuk mengubah metode yang ada atau memerintahkan kontraktor untuk bekerja dengan suatu metode dimana metode tersebut tidak tercantum dalam kontrak dapat menimbulkan klaim (Ahuja, 1983)

Kondisi fisik di lapangan yang berbeda dari yang tertulis pada dokumen kontrak dapat menjadi suatu masalah, dimana kontraktor berhak mendapat tambahan biaya untuk suatu pekerjaan. Adanya data-data kondisi tanah yang berbeda dari rencana juga dapat mengakibatkan tambahan biaya bahkan menyebabkan keterlambatan di suatu proyek. Perbedaan kondisi lapangan dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu (Fisk, 1997)

Hujan lebat atau cuaca yang tidak memungkinkan dapat menyebabkan penundaan pelaksanaan pekerjaan sehingga terjadi keterlambatan pada proyek (Fisk, 1997) cuaca buruk meskipun dapat dikontrol oleh manajemennya dapat berakibat pada hilangnya hari kerja (Ahuja, 1984)

Adanya aselarasi pekerjaan dalam suatu proses konstruksi dapat menyebabkan klaim (ahuja, 1983). Aselarasi pekerjaan dilakukan kontraktor untuk menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari waktu normal dengan menambah jam kerja atau tenaga kerjanya. Aselerasi dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu: Diceted acceleration, Constructive acceleration, The Contractor Accelerates Valuntarily

Pemberi order pekerjaan dapat memerintahkan kontraktor untuk menangguhkan semua atau sebagian pekerjaan bila dianggap penting. Ada beberapa alasan untuk menangguhkan pekerjaan diantaranya pemberi order pekerjaan mempunyai anggaran yang terbatas dan memutuskan untuk menghentikan pekerjaan di area tertentu.

Penangguhan pekerjaan dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu (Fisk, 1997);

Ø Kategori Pertama;

Berhubungan dengan kegagalan kontraktor untuk menyelesaikan perintah atau ketetapan yang tercantum pada kontrak,

Ø Kategori Kedua;

Penangguhan pekerjaan dilakukan berhubungan dengan cuaca yang tidak memungkinkan atau kondisi yang tidak baik misalnya penangguhan pengiriman material akibat adanya banjir (Ahuja, 1984).

Spesifikasi merupakan bagian dari suatu dokumen kontrak yang menerangkan kualitas yang diminta dari suatu proyek yang akan dikerjakan. Spesifikasi merupakan suatu pelengkap dari gambar yang menjelaskan material yang akan dipakai, pekerja-pekerja yang dibutuhkan dan langkah-langkah yang harus diikuti dalam melaksanakan suatu proyek konstruksi (Fisk, 1997). Adanya pekerjaan yang berbeda dari yang telah disebutkan dari spesifikasi atau adanya pekerjaan tambahan yang tidak tercantum dalam dokumen kontrak dapat menyebabkan konflik dalam rencana dan spesifikasi (Ahuja, 1983)

Klaim juga dapat timbul akibat adanya beberapa kontraktor yang bekerja pada suatu proyek yang sama pada saat yang sama dan salah satu kontraktor merasa pekerjaannya dihalangi oleh kontraktor lain. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan pekerjaan pada kontraktor lain (Ahuja & Walsh, 1983). Apabila pemberi order pekerjaan tidak memberikan informasi yang jelas kepada kontraktor misalnya test boring dan penyelidikan tentang kondisi di bawah permukaan tanah dan hal-hal yang ternyata mempengaruhi pekerjaan kontraktor maka hal ini dapat menimbulkan klaim (Ahuja & Walsah, 1983)

Penyebab utama perselisihan antara pemilik dan kontraktor adalah keterlambatan (PTU, 1996). Bila dilihat lagi penyebab keterlambatan ini bermacam-macam. Keterlambatan proyek juga banyak yang disebabkan factor pengembang/pemilik. Misalnya, karena perencanaan yang tidak matang, di tengah jalan pengembang/pemilik yang mengerjakan sendiri, mengatur sendiri pula sub-sub kontraktor. Hal itu sering menyebabkan kesungguhan kontraktor berkurang (PTU, 1996). Keterlambatan terjadi karena berbagai macam hal. Seperti, misalnya perubahan-perubahan desain, kesalahan manajemen, kekurangan peralatan ataupun tenaga ahli maupun karena waktu yang disediakan pemilik memang tidak cukup (Unrealistic Schedule).

Setiap kontraktor mengharapkan untuk menangani pekerjaan yang semua kondisinya berada dalam keadaan yang ideal (driscoll, 1971). Suatu pekerjaan yang dapat diselesaikan tepat waktu dan hanya melibatkan sedikit perubahan dari pemilik yang menghasilkan perubahan-perubahan yang dapat dilihat secara nyata serta sebanding dengan banyaknya uang yang dapat dihemat.

Bila dalam suatu proyek pemilik memerintahkan kontraktor untuk melakukan pekerjaan yang tidak tercantum dalam kontrak, maka pemilik diharapkan untuk dapat segera untuk dapat mengeluarkan dokumen perubahan pekerjaan (change oeder issue), dimana dokumen yang berkaitan dengan jumlah perubahan pekerjaan tersebut dimasukkan dalam kontrak dan kontraktor berhak untuk mendapatkan biaya tambahan untuk perubahan pekerjaan yang dilakukan. Dalam hal ini kontraktor tentunya tidak berhak untuk mengajukan klaim karena sudah ada kompensasi dari pemilik. Kontraktor baru dapat mengajukan klaim bila pemilik menunda untuk mengeluarkan dokumen tersebut sehingga menyebabkan kontraktor memperbaiki jadwal kerjanya serta mengeluarkan biaya tambahan.

Manajemen merupakan faktor penting dalam organisasi pemilik ataupun kontrator. Adanya kesalahan manajemen oleh pemilik dapat menyebabkan kontraktor mengajukan klaim kepada pemilik. Demikian pula sebaliknya, adanya kesalahan manajemen pada kontraktor dapat merugikan pemilik dan mengakibatkan timbulnya klaim kepada kontraktor. Bila digunakan sistem kerja ‘fast-track construktion’, dimana sistem ini memungkinkan adanya pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan desain, biasanya diperlukan banyak perubahan - perubahan desain. Perubahan-perubahan desain tersebut dapat menyebabkan peselisihan antara pemilik dan kontraktor dan pada akhirnya menyebabkan kontraktor mengajukan klaim.

‘Itikad buruk’ adalah sebab klaim yang berkaitan dengan berbagai tindakan penipuan. Dalam tahun-tahun terakhir ini, klaim ‘itikad buruk’ telah menjadi biasa (Bramble, et al., 1990). Yang termasuk kedalam klaim itikad buruk ini adalah penggelapan, salah pengertian, usaha-usaha yang ditujukan untuk menyusahkan orang lain atau usaha-usaha yang tidak memperhitungkan efek yang timbul terhadap yang lain. Klaim itikad buruk ini dapat berasal dari kontraktor maupun dari pemilik. Ada kontraktor yang merasa dirugikan oleh tindakan pemilik yang dengan sengaja menunda-nunda pembayaran atau bahkan tidak membayar sama sekali pekerjaan yang telah dilaksanakan. Dilain pihak, ada pula pemilik yang merasa dirugikan oleh tindakan kontraktor yang tidak bertanggung jawab.

Robert D. Gilbreath mengklasifikasikan sebab-sebab terjadinya klaim antara lain:

* Pekerjaan yang cacat.

Para pengguna jasa yang tidak puas dengan apa yang dihasilkan penyedia jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian termasuk biaya perubahan, penggantian atau pembongkaran pekerjaan yang cacat. Dalam banyak kejadian, pekerjaan yang tidak diselesaikan sesuai dengan spesifikasi yang disebut dalam kontrak atau hal lain yang tidak cocok dengan maksud yang ditetapkan. Kadang-kadang barang-barang atau jasa yang diminta tidak sesuai dengan garansi/jaminan yang diberikan penyedia jasa atau pemasok bahan.

* Kelambatan yang disebabkan penyedia jasa.

Jika penyedia jasa berjanji melaksanakan pekerjaan tersebut, dalam waktu yang telah ditetapkan, pengguna jasa dapat mengajukan klaim atas kerugian bila keterlambatan tersebut disebabkan penyedia jasa atau dalam kejadian lain, bahkan jika keterlambatan tersebut diluar kendali dari penyedia jasa. Jenis-jenis klaim kerugian dalam hal ini adalah kehilangan kesempatan penggunaan dari fasilitas tersebut, pengaruh reaksi terhadap penyedia jasa lain dan kenaikan biaya dari pekerjaan lain yang terlambat.

* Sebagai klaim tandingan.

Para pengguna jasa yang menghadapi klaim-klaim para penyedia jasa dapat membalasnya dengan klaim tandingan. Klaim tandingan biasanya menyerang atau berusaha memojokan/mendiskreditkan unsur - unsur asli dari klaim penyedia jasa, dengan membuka hal-hal yang tumpang tindih atau perangkap kerugian biaya atau menyebutkan perubahan-perubahan atau pasal-pasal klaim dalam kontrak yang melarang atau modifikasi dari tindakan-tindakan penyedia jasa dalam hal terjadinya sengketa. Kebanyakan klaim yang ditemukan dalam proyek konstruksi datang dari penyedia jasa terhadap pengguna jasa karena satu dan lain sebab. Perubahan – perubahan tidak resmi adalah sebagai berikut:

o Kelambatan atau cacat informasi dari pengguna jasa biasanya dalam bentuk gambar-gambar atau spesifikasi teknis.

o Kelambatan atau cacat informasi dari bahan-bahan atau peralatan yang diserahkan pengguna jasa.

o Perubahan-perubahan permintaan, gambar-gambar atau spesifikasi.

o Perubahan-perubahan kondisi lapangan atau kondisi lapangan yang tidak diketahui.

o Pengaruh reaksi dari pekerjaan yang tidak bersamaan.

o Larangan-larangan metode kerja tertentu termasuk kelambatan atau percepatan pelaksanaan pekerjaan penyedia jasa.

o Kontrak yang memiliki arti mendua atau perbedaan penafsiran.

Dari uraian diatas sebab-sebab atau asal usul klaim dapat dikelompokan sebagai berikut:

Sebab – sebab umum

Komunikasi antara pengguna jasa dan penyedia jasa buruk; Administrasi kontrak yang tidak mencukupi; Sasaran waktu yang tidak terkendali; Kejadian eksternal yang tidak terkendali; Kontrak yang artinya mendua.

Sebab – sebab dari pengguna jasa

Informasi tender yang tidak lengkap/sempurna mengenai desain, bahan, spesifikasi; Penyelidikan site yang tidak sempurna/perubahan site; Reaksi/tanggapan yang lambat; Alokasi risiko yang tidak jelas; Kelambatan pembayaran; Larangan metode kerja tertentu.

Sebab - sebab dari penyedia jasa

Pekerjaan yang cacat/mutu pekerjaan buruk; Kelambatan penyelesaian; Klaim tandingan/perlawanan klaim; Pekerjaan tidak sesuai spesifikasi; Bahan yang dipakai memenuhi syarat garansi.

C. Unsur – Unsur Klaim

Klaim-klaim konstruksi yang biasa muncul dan paling sering terjadi adalah klaim mengenai waktu dan biaya sebagai akibat perubahan pekerjaan. Bila pekerjaan berubah, katakanlah volume pekerjaan bertambah atau sifat dan jenisnya berubah, tidak terlalu sulit menghitung berapa tambahan biaya yang diminta penyedia jasa beserta tambahan waktu.

Namun terkadang penyedia jasa, disamping mengajukan klaim yang disebut tadi, juga mengajukan klaim sebagai dampak terhadap pekerjaan yang tidak berubah. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut: suatu pekerjaan yang tidak diubah terpaksa ditunda (karena alasan teknis pelaksanaannya dengan adanya pekerjaan lain yang berubah).

Pekerjaan yang tidak berubah tadi seharusnya dikerjakan pada musim kemarau. Oleh karena terjadi penundaan pekerjaan ini terpaksa dilaksanakan dalam musim hujan yang mengakibatkan menurunkan produktifitas dan perlu tambahan biaya untuk melindungi pekerjaan tersebut dari pengaruh cuaca (hujan).

Belum lagi kemungkinan terjadinya kenaikan upah buruh karena musim hujan, tambahan tenaga pengamanan, biaya administrasi , dan overhead.

Menurut Robert D Gilbreath, unsur-unsur klaim konstruksi tersebut adalah:

Tambahan upah, material, peralatan, pengawasan, administrasi, overhead dan waktu.

Pengulangan pekerjaan (bongkar/pasang).

Penurunan prestasi kerja.

Pengaruh iklim.

De-mobilisasi dan Re-mobilisasi.

Salah penempatan peralatan.

Penumpukan bahan.

De-efisiensi jenis pekerjaan.

D. Penyelesaian Klaim

Perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak dalam suatu proyek bila tidak diselesaikan akan menimbulkan klaim dimana hal ini membutuhkan tambahan biaya dan waktu bahkan dapat mempengaruhi kredibilitas pihak-pihak tersebut. Oleh karena itu klaim sebisa mungkin dihindari dengan meminimumkan kemungkinan yang terjadi, karena klaim bukanlah hal yang menguntungkan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak (ahuja & Walsh, 1983)

Ada beberapa cara yang dilakukan pihak yang terlibat dalam kontrak untuk mengantisipasi terjadinya klaim. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah : dokumentasi, pengetahuan tentang kontrak, gambaran yang Jelas tentang perubahan order, rencana dan penjadwalan, tindakan Proaktif dan presenvation of rights.

Untuk menghindari terjadinya klaim diperlukan pengetahuan dan pengalaman dalam mempersiapkan suatu dokumentasi. Adanya dokumentasi yang baik, lengkap dan benar dapat dipakai sebagai alat atau dasar untuk mengetahui adanya kejadian atau perubahan baik yang berupa kemajuan maupun keterlambatan dari proyek tersebut. Dokumentasi juga dapat digunakan sebagai dasar untuk membenarkan atau menolak tindakan dari salah satu pihak untuk meminta tambahan waktu dan uang.

Dokumen tentang kontrak harus dibaca secara keseluruhan dan dimengerti sebelum melakukan penawaran untuk menghindari kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu (Jergeas, 1994). Perubahan order dapat mengakibatkan perubahan pada dokumen kontrak karena perubahan order dapat menyebabkan perubahan pada harga yang telah disepakati, perubahan jadwal pembayaran perubahan pada jadwal penyelesaian pekerjaan dan perubahan pada rencana dan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak (Fisk, 1997). Perubahan order ini tidak hanya mengakibatkan adanya tambahan biaya saja tetapi juga akan mengakibatkan tambahan beban pekerjaan, tambahan biaya administrasi, biaya dari adanya tambahan waktu dan biaya-biaya (Jergear & Hartman, 1994).

Suatu rencana dimaksudkan untuk mendapatkan suatu metode pelaksanaan proyek yang sifatnya ekonomis dan hanya membutuhkan sedikit waktu (Deatherage, 1965). Dengan rencana yang baik, maka sumber daya yang cukup dapat disediakan pada saat yang tepat, tersedia cukup waktu untuk setiap aktivitas dan setiap aktivitas dapat dimulai pada saat yang tepat. Rencana juga dapat membantuk untuk memilih metode konstruksi yang ekonomis, memilih peralatan, pengiriman material (Antill & Woodhead, 1970)

Semua pihak yang terlibat dalam suatu kontrak pada dasarnya ingin mendapatkan keuntungan dan sedapat mungkin mengurangi tanggung jawab terhadap kemungkinan terjadinya klaim. Manajer poryek harus mempertimbangkan halhal di bawah ini untuk melindungi keuntungan kontraktor dan mengurangi tanggung jawab.

Semua tindakan yang tidak sesuai dengan dokumen kontrak dan dapat menyebabkan terjadinya klaim harus dicatat dan dilengkapi dengan waktu kejadiannya, hal-hal seperti melakukan pekerjaan yang berbeda dari gambar dan spesifikasi, menggunakan cara atau metode yang berbeda atau lebih mahal, bekerja diluar rencana yang ditetapkan, permintaan untuk berhenti bekerja merupakan tindakan-tindakan yang harus dihindarkan untuk menghindari terjadinya klaim (Jergeas, 1994)

Dalam menghadapai masalah konstruksi haruslah diingat bahwa penyelesaian dengan musyawarah jauh lebih baik dari pada mengajuan klaim. Tujuan yang hendak dicapai bukanlah untuk membuktikan siapa yang benar melainkan penyelesaian masalah yang ada. Banyak cara untuk menyelesaikan perselisihan dalam suatu proyek. Diperlukan sikap terbuka (open minded) dan keinginan yang kuat dalam menyelesaikan masalah dari pihak terlibat. Adanya kesadaran bahwa dalam menyelesaikan proyek tepat waku, cost dan standar mutu dan spesifikasi sesuai dengan perjanjian sebelumnya adalah tujuan utamanya (Wahyuni, 1996). Bila salah satu pihak tidak memenuhi syarat yang sudah dipenuhi, maka perselisihan tersebut tidak akan selesai.

Jika klaim konstruksi tidak dapat diselesaikan dengan segera, pihak-pihak yang terlibat harus dilanjutkan ke forum penyelesaian masalah lebih formal. Yang termasuk dalam hal ini adalah : Negosiasi, Mediasi, Arbitrasi dan Litigasi.

Yang dimaksud dengan negosiasi adalah cara penyelesaian yang hanya melibatkan kedua belah pihak yang bersengketa, tanpa melibatkan pihak-pihak yang lain. Hal ini mirip dengan musyawarah dan mufakat yang ada di Indonesia, dimana keinginan untuk berkompromi, adanya unsur saling memberi dan menerima serta kesediaan untuk sedikit menyingkirkan ukuran kuat dan lemah adalah persyaratan keberhasilan cara ini. Di dalam negosiasi ini kontraktor dan pemilik memakai arsitek dan insinyur sebagai penengah. Biasanya kontraktor diminta mengajukan klaim kepada arsitek/insinyur yang diangkat menjadi negosiator. Arsitek/Insinyur ini akan mengambil keputusan yang sifatnya tidak mengikat, kecuali keputusan tentang ‘efek arstistik’ yang konsisten dengan apa yang telah ada dalam dokumen kontrak.

Mediasi merupakan cara penyelesaian masalah di awal perselisihan berlangsung. Mediasi ini melibatkan pihak ketiga yang tidak memihak dan dapat diterima kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga ini akan berusaha menolong pihak-pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan penyelesaian, meskipun mediator ini tidak mempunyai kekuatan untuk memutuskan penyelesaian masalah tersebut. Mediasi sama menguntungkannya dengan arbitrasi. Mediasi dapat menyelesaikan masalah dengan cepat, murah, tertutup dan ditangani oleh para ahli. Tetapi yang menjadi masalah adalah keputusan mediasi ini tidak mengikat. Jadi apabila persetujuan tidak dapat dicapai, seluruh usaha mediasi hanya akan membuang-buang uang dan waktu.

Arbitrasi adalah metode penyelesaian masalah yang dibentuk melalui kontrak dan melibatkan para ahli dibidang konstruksi. Para ahli tersebut bergabung dalam badan arbitrase. Badan ini akan mengatur pihak-pihak yang telah menandatangani kontrak dengan klausul arbitrasi didalamnya untuk melakukan arbitrasi dan menegakkan keputusan arbitrator. Hal yang menguntungkan dari cara arbitrasi ini adalah sifat penyelesaiannya yang cepat dan murah jika dibandingkan dengan litigasi. Selain itu, cara arbitrasi ini dilakukan secara tertutup serta dilakukan oleh seorang arbitrator yang dipilih berdasarkan keahlian.

Keputusan arbitrasi yang bersifat final dan mengikat merupakan alasan penting digunakannya cara ini untuk menyelesaikan masalah. Keputusan pengadilan biasanya terbuka untuk proses peradilan yang lebih panjang. Hal ini menghasilkan penundaan yang lama dan memakan biaya dalam penyelesaian masalah. Sedangkan keputusan dari arbitrasi ini tidak dapat dirubah tanpa semua pihak setuju untuk membuka kembali kasusnya.

Litigasi adalah proses penyelesaian masalah yang melibatkan pengadilan. Proses ini sebaiknya diambil sebagai jalan akhir bila keseluruhan proses diatas tidak dapat menghasilkan keputusan yang menguntungkan kedua belah pihak yang bersengketa. Proses pengadilan ini tentu saja akan mengakibatkan salah satu pihak menang dan yang lain kalah.

Biasanya perselisihan yang terjadi disidangkan pada system yuridis di daerah mana masalah tersebut terjadi. Pada suatu wilayah tertentu pengadilan wilayah tersebut mendapat yuridikasi atas suatu masalah bila salah satu pihak berkantor di wilayah tersebut atau proyeknya sendiri ada pada daerah itu. Jika kedua belah pihak yang berselisih berkantor pusat di daerah lain, maka pihak yang memulai litigasi yang memilih forum dimana litigasi itu berlangsung.

Lama waktu penyelesaian merupakan hal yang patut diperhitungkan dalam penggunaan cara ini. Tergantung dari yuridiksinya, suatu perselisihan konstruksi yang kompleks dapat menghabiskan waktu antara 2 sampai 6 tahun sebelum mencapai pengadilan (Arditi, 1996). Proses penggalian fakta yang panjang dan detil membuat litigasi ini menjadi sangat mahal. Untungnya, bila ada kesalahan pengadilan dalam peryataannya atau dalam penggunaan prinsip-prisip hukum, pihak – pihak yang melakukan litigasi tentunya dapat naik banding.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpilan

Industri kontruksi adalah industri yang sangat signifikan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pengelolaan industri ini secara efektif dan efisien merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan agar kontribusinya sebagai industri dominan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi. Salah faktor pengelolaan industri secara efektif dan efisien adalah berjalan lancarnya industri ini. Masalah terjadinya konflik harus diperkecil. Untuk memperkecil konflik maka pihak-pihak yang terlibat harus tahu apa yangmemyebabkan terjadinya konflik yang mengarah pada klaim dan bagaimana penyelesaiannya.

Sengketa konstruksi dapat timbul antara lain karena klaim yang tidak dilayani misalnya keterlambatan pembayaran, keterlambatan penyelesaian pekerjaan, perbedaan penafsiran dokumen kontrak, ketidak mampuan baik teknis maupun manajerial dari para pihak. Selain itu sengketa konstruksi dapat pula terjadi apabila pengguna jasa ternyata tidak melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dengan baik dan mungkin tidak memiliki dukungan dana yang cukup.

Penyelesaian sengketa melalui arbitrase lebih disukai, dalam Undang-Undang Arbitrase Baru 1999, dinyatakan antara lain bahwa dibandingkan dengan berperkara biasa memalui pengadilan negeri, arbitrase lebih diutamakan oleh pelaku bisnis internasional. Salah satu sebab adalah karena “lebih cepat, murah dan sederhana”.

B. Saran

Disadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan-kekurangan, yang disebabkan oleh bebarapa factor baik yang disengajai atau tidak. Oleh sebab itu saya mengharapkan sumbangsih dari para pembaca berupa saran dan kritik yang membangun.

Tidak ada komentar: